Kami baru saja pindahke kawasan itu.
Kasawan perumahan yang segala
sesuatunya serba sendiri-sendiri. Tak seorang mau mengusik yang lain.
Saat aku bersama dua orang buruh mengangkati barang-barang rumah kami,
tiba-tiba seorang perempuan setengah baya datang menghampiri dan menegur
ayah-ibuku. SEbagai tetangga baru, tentu ayah dan ibu sangat ramah
kepada perempuan itu.
Akhhirnya aku memangilnya nenek. Nek Bilah, begitu panggilankami. Dia seoprang
janda berana empat, kesemuan anak-anaknya sudh berumah tangga. Itu
sebabnya dia kami panggil nenek. Anak-anaknya jauh di kota lain. Itu
pula sebenya dia mendekatkan diri kepada kami, agar kami tetangganya
adalah saudara terdekatnya. Bila ada apa-apa pada si nenek, kami
tetangga yang lebih dulu menolongnya.
Aku suka menolongnya
menyirami bunga-bunga yang banyak sekali di halaman rumahnya. Anggrek
berwarna-warni dengan berbagai jenis. Demikian pula tanaman lainnya. Ibu
dan ayahku pun senang melihatku menolongi si nenek yang selalu makai
daster di rumah. Umurnya 63 tahun. Tubuhnya masih sehat dan kelihata
segar bila dibandingkan dengan teman-temannya sebaya. Setiap dia
menggoreng singkong atau membuat kue-kue apa saja, orang yang pertama
yang diberikannya adalah aku. Dia tak segan-segan memanggil namaku,
kemudian menyerahkan sepiring kue masakannya untk kami cicipi
sekeluarga. Ayah dan ibu pun bila membeli kue dari pasar, selalu
memberinya, bahkan oleh-oleh setiap kali ibu dan ayahku ke luar kota.
Aku sering kali tidur-tiduran pada gazebo mungilnya di samping rumah
sembari membaca buku-bukukuliahku. Biasanya, aku jugamembawa laptop ke
gazebo itu. Sore itu, Nek Bilah baru saja usai mandi. Terpancar dari
aroma sabun di tubuhnya. Aku masih tiduran di gaezebonya. Terkadang aku
hanya melompat pagar saja, kalau aku malas masuk dari gerbangnya.
Biasanya si nenek tertawa saja, dan ibuku hanya bilang, hati-hati
melompat, nanti terkilir. Kali ini aku sengaja tiduran pakai kain sarung saja dan kaos oblong.
Nek Bilah datang. Dia memijiti betisku pakai vaseline.
"Enak nek, terus dong?" kataku. Ibuku malah nyeletuk dari seberang pagar.
"Enak aja nyuruh orang tua. Kuwalat baru tahu?" kata ibuku.
"Ya..gak apapalah" Seru nenek menimpali dan meneruskan pijatannya. Nenek
memijat betisku dengan seksama. AKu menimatinya. Saat tangannya sampai
ke pahaku, aku baru ingat kalau aku tidak memakai celana dalam.
Kubiarkan saja, toh, nenek hanya memijat sampai betis saja, pikirku.
Nenek menyingkap sarungku, katanya biar leluasa. Nyatanya, nenek
menyingkapnya terlalu tingi sampai ke pantatku. Mungkin nenek mengira
aku pakai celana dalam.
"Waaaooowww... besar juga punyamu," kata nenek sembari mengelus penisku. Tak kusangka, nenek begitu berani mengelus penisku.
"Emangnya kenapa nek?" kataku.
"Apa sudah pernah dimandiin?"
"Setiap hari ya dimandiin nek" kataku.
"Maksud nenek dimandiin yang lain, Mandi enak..." katanya genit.
"Oh... belum, Apa nenek mau memandiinnya?"
kataku nakal pula.
"Ikh... kamu, kok mau sama nenek-nenek..." katanya.
"Nenek dan gadis sama saja. Yang pentingkan rasanya," aku menimpali
semakin berani.
Nek Bilah diam. Kontolku terus dielusnya pakai
vaseline. Tentu saja semakin keras.
"Sudah, sekarang terlentang," katanya.
Aku mengikutinya dan menelentangkan diriku.
Nek Bilah
kembali memijat pahaku.
Gazebonya memang terlindungi oleh pohon-pohon
bunga.
Jika tak diperhatikan betul-betul dan dengan sunguh-sungguh, tak
seorang pun yang tahu, kalau di gazbo itu ada manusia. Termasuk dari
rumahku sendiri. Itu pula menyebabkan aku menyenangi gazebo itu tempatku
belajar dan mengetik kuliahku di laptopku. Nek Bilah menyingkap kain
sarungku sampai ke pusat dan jelas-jelas kontolku beridir dalam
elusannya terlihat jelas.
"Enak?" Nek Bilang bertanya setengah berbisik.
Aku mengangguk. Kulihat Nek Bilah melepaskan celana dalamnya.
Setelah matanya celingak-celinguk ke kiri dan kanan, depan dan belakang, dia
menaiki tubuhku dan mengangkangiku. Aku diam saja. Diangkatnya dasternya
dan dituntunnya kontolku memasuki lubang memeknya. Sebelumnya dia
lumuri vaseline dulu di bibir memeknya. Setelah ujung kontolku kena
persis di antara kedua bibir memeknya, dia menekan tubuhnya dari atas,
lalu melesatlah kontolku ke dalam memeknya. Terasa hangat di dalam
lubang memek nek Bilah. Untuk pertama kali kontolku mengeram dilubang
nikmat. Nek Bilah seakan mengurut dadaku. Pintar betul nenek ini
bersandiwara memerankan seperti tukan pijat, bisik hatiku. Pantatnya
yang besar memenuhi pahaku. Aku memejamkan mataku. Goyangannya semakin
menjadi-jadi dan semain cepat. AKu merasa nikmat bukan kepalang.
"Kontolmu memang besar dan panjang. Keras lagi," kata Nek Bilang to the point.
Dia tidak memilah kata lagi. Mulutnya mulai cakap kotor. Kontol bagus,
katanya setengah berbisik. AKu tak mau kalah. MEmek nenek juga enak,
walau sudah tua. Goyangan nenek juga hebat. Kapan saja nenek mau
kontolku, nenek boleh kode aku, kataku. Dia tersenyum. Aku kenikmatan
dan aku tak mampu berbuat apa-apa selain mendiamkan saja goyangannya.
Tiba-tiba croot...crooot...croooooottttt. Sepermaku muncrat memenuhi
lubang Nek Bilah. Dia semakin mempercapat goyangannya dan menindihku
kuat-kuat dan menicum leherku. Nenek juga sampai.... katanya. Sejak itu,
atas sarannya, jika aku mau ke gazebo, tidak boleh pakai celana tapi
harus pakai sarung dan tanpa celana dalam. Aku setuju. Sepulang kuliah
dan siap makan siang aku dan menggati pakaianku dengan sarung. Kulihat
Nek Bilah sembunyi memberi kode dari gazebonya. Aku ambil laptop dan
menyeberang.
"Ini, kasi kue ini pada ennekmu," kata ibuku.
"Aku lihat tadi Nenek naik beca keluar. Tapi, nanti kalau pulang
keberikan," kataku berbohong pada ibuku. Aku membawa sebungkus kue untuk nek Bilah.
Begitu aku masuk ke halaman rumahnya, kulihat nek Sumi
merangkak menuju gazebonya. Aku geli melihatnya, nenek-nenek masih
merangkak kaya kucing berjalan memekai kedua kaki dan kedua tangannya
agar tubuhnya rendah dan tak kelihatan. Nek Bilah sudah pula menambah
berbagai tanaman mengelilingi gazebo, hingga gazebo semakin rindang dan
susah untuk dilihat.
Begitu aku sampai di gazebo, nek Bilah
langsung merebahkan tubuhku dan tubuhnya juga tergeletak di sampingku.
Dilumurinya kontolku pakai vaselin agar licin dan dia juga melumuri
kontolnya pakai vaselin.
Maksudnya agar cepat kontolku memasuki
lubangnya. Karena lubangnya sudah kering dan sudah menapouse, vaselin
sangat membantu. Setelah kontolku keras, dia minta aku menindihnya. AKu
menyucukkan kontolku ke vaginanya.
"Mau yang lebih enak?" bisiknya
padaku. AKu mengangguk.
Dia meminta aku mencabut kontolku dari memeknya.
Dia mengambil lagi Vaselin dan melumurinya.
Lalu dituntunnya kontolku.
"Tekan" katanya. AKu menekan kontolku. Kok sempit sekali. Ternyata kontolku
dituntun ke lubang anusnya. Kutekan kuat-kuat secara perlahan, akhirnya
kontolku jepit oleh anusnya.
Wah... nikmat sekali.
Sejak itu, aku lebih
sering meminta lubang anus ketimbang lubang memeknya. Akhirnya ada
kesepakatan. Setiap selasa, jatrahku lubang memek dan setiap jumat
jatahku lubang anus. Terkadang aku yang horny. Jika demikian, aku
langsung ke rumah nenek dan sebelumnya aku sudah lebih dulu mengirimkan
SMS agar dia siap-siap.
Walau bukan selasa atau jumat. Mungkin rabu atau
kamis atau hari apa saja.
Nek Bilah langsung membuka celana dalamnya
dan melumuri lubang anus dan memeknya.
Terserah aku memilihnya
mana. Tapi biasanya kalau sudah aku pesan melalui SMS, jatahku adalah
lubang memek.
Nek Bilah yang lihat dan pandai bermain sandiwara.
Ternyata dia seorang aktris.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar