Kamis, 10 April 2014

Nek Bilah

Kami baru saja pindahke kawasan itu.
Kasawan perumahan yang segala sesuatunya serba sendiri-sendiri. Tak seorang mau mengusik yang lain. Saat aku bersama dua orang buruh mengangkati barang-barang rumah kami, tiba-tiba seorang perempuan setengah baya datang menghampiri dan menegur ayah-ibuku. SEbagai tetangga baru, tentu ayah dan ibu sangat ramah kepada perempuan itu. Akhhirnya aku memangilnya nenek. Nek Bilah, begitu panggilankami. Dia seoprang janda berana empat, kesemuan anak-anaknya sudh berumah tangga. Itu sebabnya dia kami panggil nenek. Anak-anaknya jauh di kota lain. Itu pula sebenya dia mendekatkan diri kepada kami, agar kami tetangganya adalah saudara terdekatnya. Bila ada apa-apa pada si nenek, kami tetangga yang lebih dulu menolongnya. Aku suka menolongnya menyirami bunga-bunga yang banyak sekali di halaman rumahnya. Anggrek berwarna-warni dengan berbagai jenis. Demikian pula tanaman lainnya. Ibu dan ayahku pun senang melihatku menolongi si nenek yang selalu makai daster di rumah. Umurnya 63 tahun. Tubuhnya masih sehat dan kelihata segar bila dibandingkan dengan teman-temannya sebaya. Setiap dia menggoreng singkong atau membuat kue-kue apa saja, orang yang pertama yang diberikannya adalah aku. Dia tak segan-segan memanggil namaku, kemudian menyerahkan sepiring kue masakannya untk kami cicipi sekeluarga. Ayah dan ibu pun bila membeli kue dari pasar, selalu memberinya, bahkan oleh-oleh setiap kali ibu dan ayahku ke luar kota. Aku sering kali tidur-tiduran pada gazebo mungilnya di samping rumah sembari membaca buku-bukukuliahku. Biasanya, aku jugamembawa laptop ke gazebo itu. Sore itu, Nek Bilah baru saja usai mandi. Terpancar dari aroma sabun di tubuhnya. Aku masih tiduran di gaezebonya. Terkadang aku hanya melompat pagar saja, kalau aku malas masuk dari gerbangnya. Biasanya si nenek tertawa saja, dan ibuku hanya bilang, hati-hati melompat, nanti terkilir. Kali ini aku sengaja tiduran pakai kain sarung saja dan kaos oblong. Nek Bilah datang. Dia memijiti betisku pakai vaseline. "Enak nek, terus dong?" kataku. Ibuku malah nyeletuk dari seberang pagar.
"Enak aja nyuruh orang tua. Kuwalat baru tahu?" kata ibuku.
"Ya..gak apapalah" Seru nenek menimpali dan meneruskan pijatannya. Nenek memijat betisku dengan seksama. AKu menimatinya. Saat tangannya sampai ke pahaku, aku baru ingat kalau aku tidak memakai celana dalam. Kubiarkan saja, toh, nenek hanya memijat sampai betis saja, pikirku. Nenek menyingkap sarungku, katanya biar leluasa. Nyatanya, nenek menyingkapnya terlalu tingi sampai ke pantatku. Mungkin nenek mengira aku pakai celana dalam.
"Waaaooowww... besar juga punyamu," kata nenek sembari mengelus penisku. Tak kusangka, nenek begitu berani mengelus penisku.
"Emangnya kenapa nek?" kataku.
"Apa sudah pernah dimandiin?"
"Setiap hari ya dimandiin nek" kataku.
"Maksud nenek dimandiin yang lain, Mandi enak..." katanya genit.
"Oh... belum, Apa nenek mau memandiinnya?" kataku nakal pula.
"Ikh... kamu, kok mau sama nenek-nenek..." katanya.
"Nenek dan gadis sama saja. Yang pentingkan rasanya," aku menimpali semakin berani.
Nek Bilah diam. Kontolku terus dielusnya pakai vaseline. Tentu saja semakin keras.
 "Sudah, sekarang terlentang," katanya. Aku mengikutinya dan menelentangkan diriku.
Nek Bilah kembali memijat pahaku.
Gazebonya memang terlindungi oleh pohon-pohon bunga.
Jika tak diperhatikan betul-betul dan dengan sunguh-sungguh, tak seorang pun yang tahu, kalau di gazbo itu ada manusia. Termasuk dari rumahku sendiri. Itu pula menyebabkan aku menyenangi gazebo itu tempatku belajar dan mengetik kuliahku di laptopku. Nek Bilah menyingkap kain sarungku sampai ke pusat dan jelas-jelas kontolku beridir dalam elusannya terlihat jelas.
"Enak?" Nek Bilang bertanya setengah berbisik. Aku mengangguk. Kulihat Nek Bilah melepaskan celana dalamnya. Setelah matanya celingak-celinguk ke kiri dan kanan, depan dan belakang, dia menaiki tubuhku dan mengangkangiku. Aku diam saja. Diangkatnya dasternya dan dituntunnya kontolku memasuki lubang memeknya. Sebelumnya dia lumuri vaseline dulu di bibir memeknya. Setelah ujung kontolku kena persis di antara kedua bibir memeknya, dia menekan tubuhnya dari atas, lalu melesatlah kontolku ke dalam memeknya. Terasa hangat di dalam lubang memek nek Bilah. Untuk pertama kali kontolku mengeram dilubang nikmat. Nek Bilah seakan mengurut dadaku. Pintar betul nenek ini bersandiwara memerankan seperti tukan pijat, bisik hatiku. Pantatnya yang besar memenuhi pahaku. Aku memejamkan mataku. Goyangannya semakin menjadi-jadi dan semain cepat. AKu merasa nikmat bukan kepalang.
"Kontolmu memang besar dan panjang. Keras lagi," kata Nek Bilang to the point.
Dia tidak memilah kata lagi. Mulutnya mulai cakap kotor. Kontol bagus, katanya setengah berbisik. AKu tak mau kalah. MEmek nenek juga enak, walau sudah tua. Goyangan nenek juga hebat. Kapan saja nenek mau kontolku, nenek boleh kode aku, kataku. Dia tersenyum. Aku kenikmatan dan aku tak mampu berbuat apa-apa selain mendiamkan saja goyangannya. Tiba-tiba croot...crooot...croooooottttt. Sepermaku muncrat memenuhi lubang Nek Bilah. Dia semakin mempercapat goyangannya dan menindihku kuat-kuat dan menicum leherku. Nenek juga sampai.... katanya. Sejak itu, atas sarannya, jika aku mau ke gazebo, tidak boleh pakai celana tapi harus pakai sarung dan tanpa celana dalam. Aku setuju. Sepulang kuliah dan siap makan siang aku dan menggati pakaianku dengan sarung. Kulihat Nek Bilah sembunyi memberi kode dari gazebonya. Aku ambil laptop dan menyeberang.
"Ini, kasi kue ini pada ennekmu," kata ibuku.
"Aku lihat tadi Nenek naik beca keluar. Tapi, nanti kalau pulang keberikan," kataku berbohong pada ibuku. Aku membawa sebungkus kue untuk nek Bilah. Begitu aku masuk ke halaman rumahnya, kulihat nek Sumi merangkak menuju gazebonya. Aku geli melihatnya, nenek-nenek masih merangkak kaya kucing berjalan memekai kedua kaki dan kedua tangannya agar tubuhnya rendah dan tak kelihatan. Nek Bilah sudah pula menambah berbagai tanaman mengelilingi gazebo, hingga gazebo semakin rindang dan susah untuk dilihat.
Begitu aku sampai di gazebo, nek Bilah langsung merebahkan tubuhku dan tubuhnya juga tergeletak di sampingku. Dilumurinya kontolku pakai vaselin agar licin dan dia juga melumuri kontolnya pakai vaselin.
Maksudnya agar cepat kontolku memasuki lubangnya. Karena lubangnya sudah kering dan sudah menapouse, vaselin sangat membantu. Setelah kontolku keras, dia minta aku menindihnya. AKu menyucukkan kontolku ke vaginanya.
"Mau yang lebih enak?" bisiknya padaku. AKu mengangguk.
Dia meminta aku mencabut kontolku dari memeknya. Dia mengambil lagi Vaselin dan melumurinya.
Lalu dituntunnya kontolku. "Tekan" katanya. AKu menekan kontolku. Kok sempit sekali. Ternyata kontolku dituntun ke lubang anusnya. Kutekan kuat-kuat secara perlahan, akhirnya kontolku jepit oleh anusnya.
Wah... nikmat sekali.
Sejak itu, aku lebih sering meminta lubang anus ketimbang lubang memeknya. Akhirnya ada kesepakatan. Setiap selasa, jatrahku lubang memek dan setiap jumat jatahku lubang anus. Terkadang aku yang horny. Jika demikian, aku langsung ke rumah nenek dan sebelumnya aku sudah lebih dulu mengirimkan SMS agar dia siap-siap.
Walau bukan selasa atau jumat. Mungkin rabu atau kamis atau hari apa saja.
Nek Bilah langsung membuka celana dalamnya dan melumuri lubang anus dan memeknya.
Terserah aku memilihnya mana. Tapi biasanya kalau sudah aku pesan melalui SMS, jatahku adalah lubang memek.
Nek Bilah yang lihat dan pandai bermain sandiwara. Ternyata dia seorang aktris.
Tamat

Nenek Julia

Aku meminum ramuan yang diberikan Nek Julia. Pahit sekali rasanya. Aku dipaksa meminumnyua, dengan dibantu oleh suaminya yang aku panggil Pak Joseph.
Aku terus menggigil.
Menurut Nek Julia, untung lebih cepat ketahuan. Kalau tidak aku bisa mati, setidaknya gila.
Ini masih bisa tertolong, kata mereka juga.
Setelah lulus kuliah, aku ditempatkan di sebuah desa di Kalimantan. Sebuah perkampungan yang jauh dari keramaian. Kampung dikelilingi oleh hutan lebat.
Aku terserang malaria. Mulanya aku merasa demam biasa. Ternyata malaria tropikana.
Sebagai ahli penyuluhan, aku mengajari mereka bagaimana bertanam pohon rotan dan pembibitannya. Tidak menebang sembarangan, lalu dibiarkan demikian saja. Rotan akan cepat habis.
Pak Josph adalah kepala suku di desa itu, dan Nek Julia adalah seorang berpengatuhan pengobatan supranatural dan pengobatan ramu-ramuan.
Setelah meminum ramuan itu, aku diselimuti kemudian dikeloni oleh Nek Julia yang berumur 62 tahun dan memiliki 11 cucu.
Aku segan kepada suaminya. Tapi justru suaminya mengatakan, biar tak menggigil lagi.
Tak lama, tengkukku dipijat kuat, betis dan pinggangku, tentu saja dengan minyak pijat ramuannya.
Satu jam kemudian, rasa dingin dan gigilku berangsur tenang. Aku disuapi dengan nasi bubur, Aku makan lahap sekali, karena udah tiga hari tak makan.
Kata Nek Julia, nanti kalau aku sudah sembuh, aku harus membayar syaratnya. Aku siap, syarat apapun akan kubayar, asalkan aku sembuh, Aku sudah tak tahan, kataku.
Aku tertidur, Pukul 14.00, aku dibangunkan lalu aku dipijat lagi, Aku menjerit-jerit dipijat nenek tua itu. Orang desa mendengar jeritanku, Tapi mereka tak berani masuk, Sudah menjadi kebiasaan, kalau Nek Julia mengobati pasiennya, dia cukup meletakkan selendang merahnya di tanga atau dimana saja, orang tak berani lagi masuk. Itu salah satu syarat dia. Lalau aku diberi minuman ramuan yang pahit itu lagi, kalau tidak untuk sembuh, aku tak mungkin meminumnya. Dua hari kemudian, aku segar. Nek Julia meminta aku berjemur dimatahari pagi selama 1 jam sampai aku berkeringat. Lalu daku dibawanya ke rumah. Disuruhnya aku hanya memakai sarung saja untuk dipijat. Dia memijatku mulai dari ujung jari kakiku sampai ke kepalaku. Aku benar-benar menjerit. Tiba-tiba suaminya datang dan berteriak dari luar, mengatakan dia mau ke hutan mengambil rotan. Nek julia kembali memijat pahaku dan membuka celana dalamku. Katanya harus semua dipijat. Aku terserah saja. Aku telentang dan Nek Julia mengurut kemaluanku. Disentakkannya kemaluan dengan tiba-tiba dan aku menjerit kesakitan.
"Sabar. Kemaluan seperti ini, tidak bagus. Harus besar dan panjang," katanya.
 Setelah rasa sakitnya menghilang, tiba-tiba Nek JUlia memulas kemaluanku dengan kuat ke kanan dan kekiri. Kembali aku menjerit. Warga desa yang mendengar jeritanku hanya tertawa terbahak-bahak, karean merkea usdah terbias amendengar orang menjerit ketika dipijat. Nek Julia mengluarkan pucuk rotan muda yang sudah bersih dari dalam tas rajutan (khas Dayak)-nya. Dia lumuri dengan minyak pijat lalu dibacakan mantera. Rotan muda itu dipukulkan ke kemaluanku. Aku kesakitan. Ada lima kali pukulan itu, dan sebanyak itu pula aku menjerit. Aku merasa kemaluan membesar dan memanjang.
"Sudah cukup sebesar dan sepanjang ini?" tanya Nek Julia. Waaaooowww...betapa besar dan panjangnya kemalauanku. Tiga kali ukuran biasanya.
"Sudah!" kataku cepat.
 "Kamu harus bayar syaratnya," kata Nek Julia padaku.
 "Berapa aku harus bayar, Nek?"
 "Tidak pakai uang."
 "lalu?" Dinaikkannya kain sarungku ke perutku, hingga dari pusat ke bawah, aku bertelanjang. Nek Julia menaiki tubuhku., kedua kakinya mengangkang di antara kedua kakiku, dia menaikkan sarungnya pula. Perlahan kemaluanku dituntunnya memasuki memeknya. Perlahan dan terus dia menekan tubuhnya, sampai kemaluanku memenuhi liang memeknya. Aku melihat ke pintu yang masih terbuka. "Jangan takut, Orang tak berani masuk," katanya yakin. Nikmat sekali rasanya, Semua batangku sudah terletan dalam memeknya dan terasa kemaluanku seperti dipijat-pijat di dalam. Tak lama, aku memuntahkan spermaku. Nek JUlia terus memutar-mutar pingulnya dan matanya terpejam. Anehnya, kemaluanku terus tegang mengeras, Tidak ada tanda-tanda melemas. Nek JUlia terus memutar-mutar kemaluanku dalam memeknya itu, Sampai akhirnya Nek Julia memelukku kuat dan merebahkan tubuhnya di atas tubuhku. Nek Julia mendesah dan mengatakan dia sudah sampai. Setelah itu ditiupnya dahuku, dan kemaluanku perlahan-lahan memelah dan keluar dengan sendirinya dari memek Nek Julia.
Nek Julia mampu menyetel kemalauanku tegang beberapa kali orgasme tak mati-mati.
Dia akan mati, kalau Nek Julia sudah orgasme dengan meniup keningku tiga kali.
Dia membersihkan kemaluianku dan aku pipis ke kamar mandi.
Aku disuruhnya tidur dan aku tertidur nyenyak. Sore pukul 16.00, aku dibangunkannya.
 Aku disuruh makan nasi dengan lauknya kancil yang baru diburu oleh Pak Josph.
Aku makan lahap sekali. Masakannya enak. Selesai makan, aku disuruh duduk di kursi.
 Nek Julia mengangkakngkan kedua kakiku dan meletakkan kedua kakiku di pundaknya.
Sarungku di singkapnya dan dia menjilati kemaluanku. Aku melihat betapa gagahnya kemaluanku. Aku bangga dengan kemalauan seperti itu Ketika dia menjilati kemaluanku, ujung jempol kakiku dimasukkannya ke dalam memeknya dan digoyang-goyangnya.
Buah pelirku di genggamnya pakai tangan kirinya. Kemaluanku dia lahap dengan buas dan rakus. Lama sekali aku merasakan nikmat. Ada 35 menit, spermaku belum juga keluar.
"Kok belum keluar juga Nek?" tanyaku.
"Aku yang menentukan keluar atau tidak," katanya.
 "Tunggu puas dulu," katanya. Dalam hatiku, terserahlah. Yang penting aku merasakan terus melayang-layang dan nimmat disiapi dan dijilati seperti itu. Nek Julia ahli sekali menjilati kemaluanku. Aku dapat merasakan, telapak kaki bagian luar sudah dibasahi oleh lendir. Aku heran, kenapa Nek Julia setua ini, masih juga punya nafsu yang kuat.
Nek Julia melepaskan genggamannya pada buah pelirku. Kini dia menjilatinya dengan lembut dan aku berada di puncak kenikmatan. Aku menyemburkan spermaku beberapa kali di mulutnya. Aku mendengar Nek Julia menelan spermaku dengan puas.
 "Bagaimana, enak?"
"Enak sekali nek." Direngkuhnya aku ke lantai beralaskan tikar. Kami istirahat dan berpelukan. Nikmat sekali memeluk nenek di tengah hutan ini.
 "Apakah nenek selalu melakukan ini kepada pasien nenek?"
 "Tidak, Hanya  bersama pasien yang aku lakukan begitui, itu karena aku menyukainya," kata Nek Julia. Semuanya adalah laki-laki muda yang dia sukai dan dia cintai.
"Bagaimana dengan Pak Josph Nek?"
"Dia tidak tahu. Makanya pandai-pandai menjaga rahasia," Tegasnya. Aku mengangguk.
"Tapi kalau ketahuan orang lain atau suami nenek bagaimana?" tanyaku.
"Mereka tak berani berbuat apa-apa. AKu katakan, ini adalah cara pengobatanku. Jadi mereka tidak percaya, ini atas kehendakku, tapi atas kehendak orang halus yang mengikut aku. Lagi pula mana ada orang percaya aku mau bersetubuh, kan aku sudah tua. Tapi mereka percaya, kalau roh yang mengikut aku adalah gaids muda dan cantik," jelas Nek Julia.
Aku menganguk kagum.
Tiga tahun, aku da Nek Julia terus melakukan hal itu, di setiap ada kesempatan.
Kalau aku mau menyetubuhinya, aku katakan kepada Pak Josep, agar Nek Julia datang ke rumah, aku mau dipijat.
Malam atau sorenya, pasti Nek Julia datang ke rumahku.
 Tamat

Nenek Pembatuku

Ini adalah ceritaku saat pertama kali mengenal sex dan berhubungan dengan wanita, kebetulan wanita tersebut berusia jauh lebih tua dari usiaku bahkan dari usia ibuku. Karena pengalaman pertama kali mendapat kenikmatan hubungan seksual dengan wanita berumur telah membentuk aku menjadi laki-laki yang Oedipus complex atau menyukai wanita yang berusia jauh diatas aku. Kisah selengkapnya berikut ini….
Saat itu aku berusia sekitar 14-15 tahun dan duduk di bangku SMP di akhir dekade 80’an (ah jadi ketauan kalau aku sekarang udah tuir), o iya perkenalkan namaku Anto (samaran) tinggal di komplek perumahan di pinggiran Jakarta. Aku adalah anak tunggal, sedangkan kedua orang tuaku bekerja di Jakarta.
Sehari-hari aku ditemani tukang cuci atau pembantu yang pulang hari bernama Mak Acah berperawakan tinggi semampai sepasang buah dadanya pun besar dan terlihat masih montok.
Kutaksir usianya sekitar 59-60an, seorang janda yang memiliki satu orang anak perempuan bernama mpok Marni yang juga sudah memiliki anak perempuan yang usianya dua tahun diatas aku dari perkawinannya dengan bang Uci sopir Bajaj di Tenabang. Berawal dari kebiasaan menonton film porno sepulang di rumah sahabatku Panji membuat aku seringkali menuntaskan dengan beronani sesampainya dirumah. Siang itu sepulang sekolah dan menonton film porno aku tergesa-gesa pulang ke rumah dengan maksud hendak segera menuntaskan hasrat seksualku dengan onani. Kudapati mak Acah sedang mencuci baju kami di kamar mandi (kebetulan kami hanya memiliki satu kamar mandi). Aku merasa tidak sabar jika harus menunggu mak Acah selesai mencuci, maka aku pura-pura mau buang air supaya mak Acah keluar dahulu dari kamar mandi. Akupun segera menuntaskan hasratku dengan onani sambil melihat kartu remi bergambar wanita telanjang, setelah hajatku tuntas mak Acah kembali masuk ke kamar mandi untuk menyelesaikan mencuci baju. Aku sedang mendengarkan radio saat mak Acah masuk ke kamarku lalu duduk di tempat tidurku sambil berkata
MA:“Anto kamu tadi ngocok di kamar mandi ya ?”. Aku kaget dan malu mendapat petanyaan yang tiba-tiba seperti itu.
Aku: ..eng.. iya mak, kok emak tau ? (sambil mukaku merah karena malu).
MA: iya orang pejuh kamu tadi masih licin di kamar mandi. Mak perahatiin kamu kalau pulang sekolah mesti neloco, ngga bagus tau…. Bisa ngerusk mata kamu.
Aku: masa sih mak ? (penuh rasa ingin tahu dan ketakutan).  
MA: ngeloco itu ngeluarin pejuh yang dipaksa’in, pas kamu keluar pasti kamu merem. Itu yang bikin nanti mata kamu rusak. (..waduh bener juga nih dalam hati, padahal itu cuma tipu2 dia aja…).  
Aku: masa sih mak ?  
MA: masa, masa, kalo dibilangin (dengan logat betawi kentalnya), kalo mau ngeluarin pejuh entu kudu bari megang atawa ngeliat punyanya perempuan To…., sini emak ajarin kamu….
(sambil nyuruh aku duduk di tempat tidur). Aku hanya pasrah karena malu, takut dan rasa ingin tahu campur aduk jadi satu. Setelah aku duduk dan membuka celana pendek biruku, mak Acah menyodorkan teteknya yang besar kemukaku sambil tangannya mengelus-ngelus si otong.  
MA: ..pegang…., terus isep tetek emak, nih pegang juga memek emak ya.
Akupun menuruti perintahnya dengan hati girang karena baru kali itu melihat dan meraba langsung organ intim wanita. Dalam hitungan detik si otong yang belum lama baru lemes sudah tegang lagi saking senengnya.
"Iyaa… maenin pentil emak pake lidah kamu, terus colok-colok memek emak…" katanya.
Sekitar 3 menit memainkan memek dan teteknya, Mak Acah menyuruh aku tiduran.  
MA: kamu tiduran deh punya kamu udah keras banget, emak ajarin cara yang bener ngeluarin pejuhnya..
Akupun menuruti saja apa yang diperintahkannya sambil tidak lama mak Acah menduduki kemaluan dengan terlebih dahulu memasukan kemaluan remajaku yang tidak seberapa besar (maklum, saat itu aku masih ABG).
Rasanya nikmat bagai di awang-awang, jauh lebih licin dan hangat ketimbang kalau aku onani dengan menggunakan sabun. Sekitar sepuluh kali mak Acah naik turun diatas kontolku, kontolkupun muntah. Maklum saja ini adalah pengalaman pertamaku. Mak Acah segera mengelap kontolku dari sisa lendir sperma yang bercampur cairan kemauannya dengan celana dalam yang rupanya sudah sedari tadi dikantungi di saku daster lusuhnya.
“Enak kan ?” ujarnya.
"Iya mak", jawabku.
Besok-besok lagi kalau kamu pengen mending ngomong aja sama emak, biar emak bantuin ya…
Aku pun mengangguk sambil bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dari lendir yang masih terasa lengket di sekitar kemaluannku.
Beres menuntaskan hasrat, aku tertidur karena lemas akibat dua kali mengeluarkan sperma dalam waktu tidak lebih dari setengah jam.
Ada perasaan lega, puas dan penyesalan yang amat sangat karena aku sadar telah melakukan perbuatan tersebut.
Mak Acah melanjutkan membereskan rumah dan memasak untuk makan malam keluarga kami.
Esoknya, sepulang sekolah sengaja aku tidak mampir untuk menonton film porno di rumah Panji.
Pikirku aku tidak mau mengulangi pebuatan dosa yang teramat besar seperti hari kemarinnya.
Di rumah aku melihat Mak Acah sedang memcuci baju, sedangkan aku segera tidur setelah sebelumya makan dan mengganti baju putihku dengan kaus.
Hari ini tidak terjadi apa-apa, syukurlah dalam hatiku. Hari berikutnya (kebetulan hari Jum’at), aku tidak dapat menghilangkan keinginank untuk bisa berhubungan kembali dengan Mak Acah.
Di sekolahpun sulit sekali aku berkonsentrasi dari membayangkan tetek besar mak Acah dan memek tuanya yang rimbun. Aku berniat ingin segera tiba di rumah. Segera setelah jam belajar berakhir aku pulang dan kudapati rumahku masih terkunci. Memang biasanya Mak Acah datang ke rumahku sekitar pukul satu siang. Aku urung masuk tapi berbalik ke rumah Mak Acah yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari kediamanku dengan alasan pinjam kunci, aku bilang kunciku lupa tertinggal di dalam rumah. Setelah aku bicara setengah berbisik rupanya Mak Acah mengerti kalau aku sedang kebelet ingin berhubungan badan, sambil memberikan kunci rumah yang biasa dipegangnya,
dia bilang: “ ya udah nih kucinya emak juga sebentar lagi ke sono, nyelesein goreng kerupuk dulu ya…”. Aku menanti dengan gelisah kedatangan Mak Acah. Tak lama berselang Mak Acahpun datang sambil tak lupa menguci pintu depan rumah kami.
"Udah ngebet ya To ?" tanyanya, aku mengiyakan sambil menarik mak Acah ke dalam kamar.
Hari ini penampilan Mak Acah tidak seperti biasanya, ada harum deodoran murahan di tubuhnya. Setelah aku periksa, BH dan celana dalamnyapun tidak lagi lusuh dan dekil seperti kemarin. Akupun semakin terangsang untuk segera membuka BH dan menyusu di teteknya yang besar.
"Sekarang jangan keburu-buru kaya kemaren To" ujarnya.
Aku mengangguk sekedar mengiyakan sambil tanganku sibuk ngobel-ngobel memeknya yang masih terbungkus CD.
"Hari ini emak mau ngajarin yang laen, kontol kamu pernah diisep ngga?" Tanya mak Acah.
"Kayak di filem Be-Ef ya Mak ?" kataku balik bertanya.
Mak Acah tidak menjawab, namun tangannya sibuk membuka baju seragamku hingga aku bugil.
Sesaat kemudian kurasakan kontolku yang memang sudah ngaceng sedari tadi dihisap dan dikulum oleh bibirnya. Sensasinya jauh lebih nikmat ketimbang hari kemarin, aku hanya dapat mematung merasakan permainan lidah dan bibirnya yang menghisap kemaluanku. Tak berapa lama spermaku keluar diiringi desahan nikmat dari bibirku. Mak Acah dengan telaten terus menghisap dan menjilat helm nazi si otong. Air maniku memenuhi rongga mulutnya, sebagian mungkin tertelan dan sebagian lagi dilapnya dengan seragam putihku yang berserakan di lantai. Akupun terduduk puas dan lemas tak terkirakan.
"Tuh kan, kamu buru-buru banget" ujarnya.
"Udah kebelet mak" jawabku sekenanya.
"Ya udah kamu ganti baju terus makan, emak mau ngerendemin baju kotor. Entar kalau kamu udah kepingin lagi baru kita ngewe pungkasnya".
Selesai makan dan istirahat sejenak di kamar rupanya si otong udah kepingin lagi, kupanggil si emak yang saat itu sedang menyapu teras depan. "Mak sini mak, udah kepingin lagi nih…ucapku,
 "Ah cucu emak, emang kamu ngga Jum’atan ?" tanyanya.
Aku menggeleng sambil menarik si emak untuk direbahkan diatas tempat tidur.
"Jangan-buru-buru To… emak juga kudu dipuasin" ujarnya.
Aku: "dipuasin bagemana mak ?"
MA: "…nih emak ajarin…" Sambil meloloskan celana dalamnya dalam posisi terlentang diatas tempat tidurku.  
MA: "emak tadi udah jilatinpunya kamu, sekarang giliran kamu jilatin memek emak ya…"
Berbekal pengalaman menonton BF dan arah si emak aku menuruti perintahnya. Mula-mula Cuma kupegang dan kucolok saja memek mak Acah, namun mak Acah memintaku untuk menjilati tonjolan daging kecl dan jengger ayam disekililng memeknya. Aku menurut, ada bau khas yang baru kali ini aku rasakan bercampur dengan wangi sabun mandi (rupanya si emak sudah mencuci bersih terlebih dahulu memeknya). Lama-lama aku terbiasa dengan aroma yang kucium dan terasa memek si emak makin basah oleh ludahku bercampur cairan kental khas organ intim wanita.
Aku hanya mengikuti apa yang diperintahkan si emak dengan diselingi desahan mesumnya. Kurang lebih lima menit tubuh si emak mengejang sambil tengannya mendekap kepalaku agar tetap menempel di memeknya. Rupanya si emak sudah orgasme, saat itu aku belum mengerti.
Sejurus kemudian emak meraih kontolku yang sudah mulai mengeras kembali.
Dengan telaten dia menciumi dan mengulum kontolku hingga betul-betul terasa keras.
Setelah dirasa tegang, emak mengarahkan kontolku kememeknya sambil memerintahkan aku untuk bergerak maju mudur.
Nikmatnya benar-benar sensasional walau terasa betul kalau memek si emak becek oleh lendir sisa dia orgasme.
Kali ini permainanku cukup lama hingga cukup memuaskan si emak dengan kembali orgasme berbarengan dengan mucratnya lahar panas dari kontolku.
Kami menyudahi permainan ini dengan sama-sama puas, akupun tertidur setelah memakai pakaian dan mencuci kontol sebelumnya.
Sekitar pukul setengah empat aku dibangunkan oleh emak yang sudah selesai mengerjakan pekerjaan dirumahku,
"mau ngewe lagi ngga nTo ?" emak bertanya kepadaku.
Aku mengiyakan dan memulai pelajaran ngewe gaya dogy. Emak tidak mencapai orgasme, maklum aku masih cupu sehingga tidak bisa menahan nafsu.
Kata emak: "ngga apa-apa, nanti juga lama-lama aku pintar pungkasnya".
Emakpun pulang dan aku mandi dengan penuh kepuasan.
Sejak saat itu kami rutin melakukan hubungan intim.
Setidaknya seminggu empat kali kami melakukannya, kebetulan emak sudah menopause sehingga jadwal kami tidak pernah terganggu.
Tamat

Nek Sumi

Mulanhya aku sakit perut, Mama memanggil Nek Sumi untuk memijat perutku.
Di kampung kami, Nek Sumi terkenal pintar sekali pijat tuk Masuk angin, keseleo dan sebagainya, dia sangat pintar. Dia terkenal dukun beranak.
Saat Nek Sumi datang, perutku bukan main sakitnya.
Aku terkentut-kentut baung angin.
Rasanya, angin menyesak ke atas uluhatiku. Kata Nek "Sumi ini angin duduk, Harus segera di keluarkan jika tidak bisa mengakibatkan kefatalan". Aku segera disuruh membuka pakaian, tingal pakai kolor saja. Aku telungkup dan Nek Sumi memulai tugasnya memijat betisku. Lalu pinggangku dan di perutku.
Aku mulai terkentut-kentut. Baunya minta ampun. Perasaan dalam perutku sedikit lega.
Setelah selesai bagian belakang tubuhku, aku disuruh terlentang. Saat itu Nek Sumi menyuruh Mamaku membuat air jahe. Kebetlan Jahe di rumah habis, dan Mama membelinya ke warung.
Perutku mulai dikerjai dan aku kembalio terkentut-kentut. "Tuuuutttt....tuuuutttt.....buusshh". Angin terasa berhamburan keluar dari perutku. Aku merasa lega sekali.
Memang nek Sumi ahli sekali, pikirku. Aku memajamkan mataku, saat Nek Sumi terus memijat perutku. Tangan sebelahnya, mengelus-elus penisku. Dan dengan cepat penisku berdiri.
"Ikh... baru dielus saja sudah berdiri... Tandanya kamu sudah dewasa," katanya, membuat aku bangga. "Kenapa di pegang-pegang Nek...?" tanyaku,
"biar cepat sembuh. Tapi tak boleh bilang siapa-siapa, Nanti malah sakitnya kambuh lagi," ancam Nek Sumi. Aku mengangguk, karena takut perutku kambuh lagi. Nek Sumi berusia 58 tahun dan saat itu aku berusia 16 tahun.
"Bagaimana, sudah mulai enakan?" tanya Mamaku saat dia masuk membawa air jehe hangat.
Aku tersenyum, kulihat Nek Sumi mengedipkan mata, agar aku tak boleh menceritakan elusan di penisku tadi.
Aku meminum air jehe yang dibuat Mamaku. Sambil terus memijat tubuhku Nek Sumi menyarankan kepada Mamaku, agar aku dipijat tiga kali lagi. Pijatan itu dimulai besok sore.
Aku disuruh datang ke rumah Nek Sumi pukul 15.00 dan Mamaku menyetujui.
"Tak usah ditemani. Kan sudah dewasa. Lagi pula Nek Sumi kan bukan siapa-siapa," kata Nek Sumi.
"Iya... kalau sudah dewasa, tak perlu ditemani," kata Mamaku memperkuat.
Aku setuju saja. Pukul 15.00 tepat aku sudah berada di rumah Nek Sumi untuk pemijatan lanjutan.
Kali ini, tidak pakai acara telungkup, tapi langsung terlentang. Nek Sumi memluai pijatannya pada bagian perutku dan aku kembali terkentut. Lalu perlahan Nek Sumi melepaskan kolorku.
Di rumah Nek Sumi tak ada siapa-siapa dan aku dipijat di kamar prakteknya. Penisku mulai dielus-elusnya. Mulai dari buah zakar, sampai ke batangnya. Aku hanya memejamkan mata saja, membiarkan elusan yang mulai kurasakan sangat nikmat itu. Tak lama, kuintip, kenapa terasa elusan itu semakin nikmat, ternyata, Nek Sumi meulai menjilati penisku. "Bagaimana? Enak?" tanya Nek Sumi.
Aku diam saja tak menjawab. Lidah Nek Sumi semakin lincah menjilati penisku, buah zakarku dan sela-sela pahaku. Penisku mulai dimasukkan ke dalam mulutnya.
"Oh..." aku merasakan nikmat luar biasa sekali. Tanpa sadar, aku menjambak rambut Nek Sumi. Kujepit kepala Nek Sumi kuat-kuat. Nek Sumi semakin mempercepat kocokan pada penisku melalui mulutnya. Dan... aku sudah tak tahan, lalu aku melepaskan sesuatu dari penisku. Croot...crooottt... crooootttt, air mengental lepas dari penisku.
Aku mendengar, suara dari kerongkongan Nek Sumi yang menelan air kental yang keluar dari penisku. Setelah itu Nek Sumi menjilati penisku dan menghisap lubang penisku, agar air kentalku semua keluar.
Nek Sumi tersenyum padaku. "Sebentar lagi, kamu sembuh. Tapi ini harus dirahasiakan, kepada siapapun, termasuk kepada Mamamu, kalau tidak, penyakit perutmu akan kambuh lagi," katanya padaku.
Aku setuju. Setelah itu, Nek Sumi kembali memijat tubuhku, setelah celana kolorku dipakaiakan kembali. Saat aku mau pulang, kuberikan uang yang disampaikan Mamaku untuik Nek Sumi sebagai upah memijat. Nek Sumi bilang, uang itu untukku saja. "Kalau Mamamu tanya, bilang saja sudah sampai," kata Nek Sumi. Aku senang sekali. Besok aku harus datang lagi. Aku tak pernah tidak on time. Aku datang tepat waktu pukul 15.00. Nek Sumi sudah siap-siap. Dengan tersenyum dia mengajakku ke kamar prakteknya. Kemabli aku terlentang dan Nek Sumi memijat perutku. "Sudah mulai sembuh," katanya.
Nek Sumi kembali lagi menurunkan kolorku dan mengelus-elus penisku. Dengan cepat penisku berdiri tegak. Nek Sumi pun mulai menjilati penisku. Aku merasa nikmat sekali. Saat itu, nek Sumi melepaskan kain sarungnya. Aku melihat bulu-bulu di kemaluan Nek Sumi. Dengan cepat dia menaiki tubuhku. Dia jongkok dengan kedua kaki mengangkangi tubuhku. Dituntunnya penisku memasuki lubang di antara ke dua pahanya. Dengan cepat penisku memasuki lubang itu. Nek Sumi mulai menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Aku merasa nikmat sekali. Nek Sumi mempercepat gerakannya dan menekan tubuhnya kuat-kuat. Lalu tubuhnya menindih tubuhku dan memelukku erat sekali. Desah nafasnya terasa begitu hangat dan memburu. Oh.... Nek Sumi mengeluarkan suara jerit yang tertahan. Aku merasa sesuatu yang hangat mengelilingi penisku. Aku juga memeluk Nek Sumi kuat-kuat karena terasa penisku seperti di pijat-pijat. Lalu... air kental kembali keluar dari penisku. Kami sama-sama berpelukan erat. Tak lama, penisku mengecil dan keluar dari lubang Nek Sumi. Aku dibawanya ke kamar mandi untuk membersihkan penisku. Setelah itu, Nek Sumi kembali memijat tubuhku. Setelah sekujur tubuhku di pijat, Nek Sumi kembali mengelus-elus penisku. Penisku perlahan bangkit lagi. Dengan cepat Nek Sumi memasukkan penisku ke dalam mulutnya dan dia mempermainkan lidahnya di pada penisku. Makin lama makin cepat, Kembali aku menjambak rambut Nek Sumi. Aku menjepit kepalanya dengan kuat dan lepas lagi air kental dari penisku. Kemabli aku mendengar suara gleeekkk. Nek Sumi menelan habis air kentalku. Hari terakhir, aku tak lagi dipijat sekujur tubuhku. Tapi Nek Sumi hanya memastikan keadaan perutku. Lalu aku ditelanjanginya dan Nek Sumi sendiri melepas semua pakaiannya. Nek Sumi mulai mengecup bibirku dan mempermainkan lidahnya dalam mulutku. Aku diajari berciuman. Aku diminta untuk mengisap-isap teteknya. Aku juga diajari menjilati memek nya. Sejak saat itu, secara rutin, aku mengunjungi Nek Sumi dua kali seminggu. Bila Nek Sumi sudah kepingin, dia cukup memberikan kode, dan aku mendatangi rumahnya. Jika aku yang kepingin, dari jauh, aku mengedipkan mataku kepada Nek Sumi dan Nek Sumi akan membuka kunci pintunya. Walau pintu kelihatan tertutup, tapi sebenarnya tidak terkunci. Aku langsung masuk ke rumahnya. Biasanya Nek Sumi sudah memakai daster longgar, tanpa pakaian dalam. Begitu sampai di rumahnya, kami langsung ke ruang prakteknya dan melakukan persetubuhan. Sebuah pengalaman berharga buatku. Aku sangat dimanja Nek Sumi. Setiap kali kami melakukan persetubuhan, aku selalu diberikan uang Rp. 20.000;
Tamat

Bibiku

Bermula dari 5 tahun silam, ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di Jakarta saat itu umurku baru 18 tahun dan baru lulus SMA. Sebagai seorang pemuda perantau yang masih lugu, saya ke pulau Jawa untuk melanjutkan studi dan mengadu nasib. Paman dan Bibi yang tinggal di sebuah kota kecil B sebelah timur Jakarta. Dengan berbekal alamat rumah Paman, saya memutuskan untuk langsung berangkat ke kota B dengan menggunakan bis. 
Tiba di kota B sudah menjelang sore hari, kedatanganku disambut dengan baik oleh Paman dan bibiku, sudah sebulan aku tinggal dirumah mereka dan aku diperlakukan sangat baik oleh mereka, maklum mereka tidak memiliki anak, sehari-hari kusibukan diriku dengan membantu bibik berbelanja kebutuhan warung di agen sambil menunggu panggilan kerja, selama aku tinggal dirumah mereka ku perhatikan Pamanku sangat jarang berada di rumah, tekadang dalam seminggu hanya sekali pamanku berada di rumah, saat itu tidak ada dalam pikiranku kalau paman memiliki dua isteri, karena yang kutahu hanya Bibik lah isteri Paman satu-satunya dan aku pikir mungkin karena kesibukan Paman sebagai sopir Ekspedisi lah yang membuat Paman jarang pulang, menginjak bulan kedua aku mulai merasakan ada perubahan di rumah paman dan bibiku, pada suatu malam ketika Pamanku pulang kerumah setelah seminggu tidak pulang, ku dengar keributan antara Paman dan Bibiku saat itu kudengar Bibi menuduh Paman telah membohongi dirinya dan telah kawin lagi dengan wanita lain, hanya itu yang aku dengar dari keributan antara bibi dan pamanku selebihnya aku tutup kuping dan ngeloyor masuk kamar untuk tidur. 
Hari-hari berikutnya kulihat Bibiku tampak murung dan lebih banyak mengurung diri di kamarnya, sedangkan Pamanku sebagaimana kebiasaannya tidak pernah ada dirumah, otomatis kegiatan toko kelontong dirumah aku yang ngurus, Pada Suatu malam setelah menutup pintu toko kulihat bibiku keluar dari kamarnya menggunakan daster tipis dengan wajah sendu memanggilku mengajak aku ngobrol sambil nonton TV, pada saat ngobrol tersebut kucoba menghibur Bibiku sambil melaporkan keuangan toko, namun kulihat sepertinya Bibiku kurang respon terhadap obrolanku dan lebih banyak melamun, kemudian kuberanikan diriku untuk bertanya kepada Bibiku apa yang sebenarnya terjadi dengan harapan aku dapat membantunya, tiba-tiba Bibiku menangis kemudian menceritakan kejadian yang sebenarnya, bahwa ternyata Pamanku telah kawin lagi dengan wanita lain dan sudah memiliki anak umur 2 tahun dari wanita tersebut, sambil mendekatinya kucoba menghibur bibiku untuk bersabar, tiba-tiba bibiku memeluku dan tangisnya makin menjadi-jadi dalam tangisnya ia berkata "lebih baik mati daripada dimadu dengan Jablay" kuusap-usap punggungnya sambil ku menasehatinya agar bersabar, bibiku makin memelukku dengan kencang, aku yang selama ini gak pernah dipeluk perempuan, pelukan erat bibiku tersebut membuat nafsuku berdiri, aku yang selama ini sering membayangkan bibiku dan mengintip bibiku ketika mandi.
Di usianya yang ke 51 bibiku masih terlihat gempal dan cantik mungkin karena bibi belum pernah hamil dan melahirkan, hilang rasa ibaku terhadap bibi dan aku mulai berani untuk mengalihkan usapanku dari pungung dan kerambutnya dan daerah leher, dari cerita teman-temanku sewaktu SMA bahwa wanita apabila dibelai didaerah leher dan daerah sekitar kuping maka akan terangsang dan trik tersebut aku coba pada bibi, dibelai seperti itu bibi hanya diam namun tidak berapa lama tiba-tiba bibiku mendorongku, sehingga aku tertidur disopa, kemudian menarik celana pendekku berikut kolornya sehingga kontolku yang sudah berdiri tegak keluar dan tanpa basa- basi lagi kemudian memegang dan mengulum kontolku, aku sempat kaget dengan ulah bibiku tersebut, aku gak mengerti apa sebab bibiku berbuat seperti itu apakah karena belaianku atau sebab lain, karena kuluman bibi dikontolku sangat nikmat, akhirnya kuputuskan untuk mnikmati saja, toh selama ini hal ini yang aku inginkan, setelah puas mengulum kontolku kira-kira 5 (lima) menit lamanya, kemudian bibiku melepaskan kulumannya dan berdiri melepaskan daster berikut celana dalam dan BH yang dikenakannya, aku hanya tertegun menikmati pemandangan indah tubuh bibiku, kulihat memeknya yang dihiasi bulu yang agak tebal dan buah dadanya yang masih tegak berdiri maklum gak pernah dipake untuk nyusui bayi, kemudian bibiku meminta aku untuk berdiri dari sopa setelah aku berdiri bibiku gentian rebahn di sopa sambil mengangkangkn pahanya terlihat lubang memeknya yang merah merekah dan telihat sudah basah, kemudian bibiku meminta aku untuk segera memasukkan kontolku kelubang memeknya, karena aku sebelumnya gak pernah punya pengalaman dalam hal ngentot, tanpa ba.. bi.. bu.. lagi aku masukkan kontoku kedalam memek bibiku sesuai dengan perintahnya, ketika kontolku masuk terasa memek bibi enak sekali, hangat dan sempit, sambil mendesah nikmat bibiku meminta aku untuk memompa kontolku didalam memeknya setelah menggenjotnya kurang lebih 10 menit tiba-tiba kurasakan ada desakan dari dalam kontolku yang ingin keluar setengah tersengal-sengal menahan nikmat kukatakan pada bibiku "aku mau keluar, bi"
"keluarkan didalam saja Wan ….aaah bibi juga ah…ahh mau keluar," sahut bibiku.
Bebarengan dengan semprotan air maniku yang menyembur didalam memeknya, bibi meregang dan mendesah "ahh… ahh bibi keluar sayang"
setelah itu kami berpakaian dan duduk di sopa seperti semula dengan perasaan tak karuan,
kucoba meminta maaf kepada bibi karena aku telah berani berbuat lancang menyetubuhinya, namun dijawab Bibi "gak perlu minta maaf Wan, Bibi juga menikmati kok, toh selama ini bibi juga kesepian karena sering ditinggal Pamanmu, selain itu Bibi juga ingin balas dendam sama Pamanmu dan ingin membuktikan bahwa Bibi juga bias Hamil dan tidak mandul"
mendengar hal tersebut aku hanya tertegun, tiba-tiba bibiku menepuk pundakku "kamu menyesal ya Wan, keperjakaanmu bibi renggut..?"
"enggak kok Bi, selama ini aku sering menghayal dapat meniduri bibik, bahkan kalau onani juga yang Iwan hayalkan adalah Bibi, habis bibi cantik dan montok sih" jawabku, dengan manja bibiku mencubit pahaku "ih… kamu nakal masak bibik sendiri kamu hayalin, … ya udah mulai sekarang kamu gak usah ngayal lagi, kamu bisa langsung ngajak Bibi begituan" kata bibiku,
"yang benar bi, aku boleh gitu lagi dengan bibi" kataku,….
"Iya... mulai malam ini kamu tidur sama bibik," jawab bibiku.
selanjutnya bibiku mengajakku ke kamar mandi untuk buang air kecil, sampai dikamar mandi tanpa menutup pintu dan tanpa segan-segan lagi bibiku langsung jongkok dan pipis didepanku kulihat memeknya yang tadi aku sogok-sogok pake kontolku merekah indah mengeluarkan air kencing membuat kontolku bangun kembali,
"ih..ih pengen lagi yah, kok bangun udah nanti di kamar aja, tolong ambilkan air untuk cebok Bibi, Wan" kata bibiku mengagetkan aku yang lagi horni melihat memeknya,
selesesai buag air kecil sambil berpelukan kami masuk kedalam kamar tidurku yang letaknya tidak jauh dari kamar mandi, didalam kamar kami masing- masing langsung membuka pakaian yang dikenakan, kemudian bibi rebahan di atas ranjang dengan posisi kaki mengangkang kemudian diikuti aku dengan posisi diatas seperti akan menindihnya, tidak seperti sebelumnya yang langsung memasukan kontolku kedalam memeknya kali ini aku mulai dengan mencium bibirnya dan dibalas oleh bibik sedangkan tanganku meremas buah dadanya dan tangan bibi membelai mesra kontolku, setelah puas berciuman kemudian aku turun menghisap putting susu bibi, bibik hanya bias meracau "Huh… hah… hah enak sayang, terus hisap sayang",
setelah puas menghisap dan meremas kedua putting susunya, perhatianku mulai tertuju kepada memeknya yang sudah banjir dengan cairan yang keluar dari memeknya kemudian kudekatkan hidungku tercium bau memek yang sangat merangsang aku, selanjutnya kujilat memeknya dan terasa asin, kemudian sambil ku rojok- rojok memeknya menggunakan duajari tangan kanan ku kuhisap itil Bibi, akibat perbuatan ku terhadap memeknya, gerakan tubuh Bibi makin gak karuan sambil menggelinjal kekanan dan kekiri bibi meracau "Aduh… Wan enak sekali, Bibik gak tahan sayang, Bibik gak pernah diginiin sama Pamanmu, sayang cepat sayang masukkan kontolmu, Bibi udah gak tahan ahh…ahh…ahh",
setelah puas menghisap itil dan merojok-rojok lubang memek Bibi, kemudian kuarahkan kontolku yang berdiri tegak ke memek Bibi dan menekannya pelan, pada saat kontolku masuk kedalam memeknya, Bibik meracau dengan mengatakan "Teruss.. Wan..! Tekan..! Huh.. hah.. huh.. hahh.. ditekan.. enakk sekali.. Bibi rasanya.. nikmatt.. teruss.., Bibi udah mau nyampe nih.. peluk Bibik yang erat Wan..!” desahnya mengiringi gerakan kami.
Sementara itu saya merasakan makin kencang jepitan vagina Bibi.
“Saya udahh.. mauu.. jugaa.. Bi..! Goyang.. Bik.., goyang..!”
Dan, pembaca dapat merasakannya sendiri.
Akhirnya kami terkulai lemas sambil tidur berpelukan.
Jam 7 Pagi kami bangun, dan kemudian mandi bersama. Saya meminta Bibi menungging, dan saya mengusap pantat dan vaginanya dengan baby oil.
Rupanya usapan saya tersebut membuat Bibi kembali horny, dan meminta saya untuk memasukkan kembali kontolku dengan posisi menungging.
Tangan saya mempermainkan kedua putingnya.
“Teruss.. ohh.. teruss.. yang dalam Wan..! begini Bibi rasa lebih enak..!” katanya.
 “Bibi goyang dong..!” pinta saya.
Sambil pantatnya digoyangkan ke kiri dan ke kanan, saya melakukan gerakan tarik dan masuk.
“Oohh.. ahh.. uhh.. nikmat Wan.. terus..!” desahnya.
Akhirnya Bibi minta ke kamar, dan mengganti posisi saya telentang. Bibi duduk sambil menghisap putingnya. “Ohh.. uhh.. nikmat Wan..!” katanya.
Kadang dia menunduk untuk dapat mencium bibir saya.
“Bibi.. udahh.. mau nyampe lagi Wan.. uhh.. ahh..!” katanya menjelang puncak kenikmatannya.
Dan akhirnya saya memuntahkan sperma saya, dan kami nikmati orgasme bersama.
Hari itu kami lakukan sampai 3 kali, dan Bibi benar-benar menikmatinya sesangkan toko hari itu sengaja tidak buka.
Tak terasa sudah tiga bulan perselingkuhan aku dengan Bibik tersebut sudah berjalan tanpa diketahui oleh Pamanku atau orang lain, karena sejak kejadian ribut dengan Pamanku, Paman hanya sekali datang kerumah untuk meminta maaf sama Bibi, namun Bibi tidak mau memaafkannya dan mengusir Pamanku untuk pergi, sejak kepergian Pamanku, aku dan Bibi semakin bebas, hampir setiap ada kesempatan kami melakukannya hinga akhirnya Bibi hamil karena aku, aku meminta bibiku untuk menggugurkan kandungannya namun bibi menolaknya dengan alasan sudah lama dia mendambakan seorang anak dan dia senang dapat membuktikan ke pada Pamanku, bahwa yang mandul sebenarnya bukan Bibi tapi Paman dan anak yang lahir dari isteri kedua Paman tersebut bukan anak Paman, melainkan anak orang lain.
Tetapi hingga anak aku dan bibiku tersebut lahir dan sekarang sudah berumur 2 tahun Paman tidak pernah kembali kerumah, sampai sekarang aku masih setia menemani Bibiku dan sesuai dengan permintaan Bibiku, aku tidak kerja melainkan mengurus toko yang sekarang sudah menjadi toko besar atau agen, dari penghasilan toko tersebut aku dapat membiayai kehidupan ku dengan bibi dan anakku bahkan sekarang aku sudah hidup mapan.
Tamat

Selasa, 08 April 2014

Nginap di Rumah Nenek di Kampung

Usai tamat SMP aku diminta tinggal di rumah nenek. Untuk mencapai rumah nenek, kami harus menempuh perjalanan 7 jam perjalanan bus. Sebuah tempat yang sunyi dan aku harus naik sepeda ke sekolah di SMA di ibukota kecamatan. Sebenarnya aku sedih, karena aku disekolahkan di tempat nenek dengan dua alasan. Pertama karena kakek baru saja meninggal dan aku harus menemani nenek, sebagai hukuman bagi kenakalanku.
Dari pada tak sekolah lagi, akhirnya aku mengikuti kehendak ayah dan ibuku untuk tinggal di rumah nenek, ibu dari mamaku.
Sebenarnya nenekku sangat memanjakanku, karena aku cucu tertuanya.
Setelah mendaftar ke sebuah sekolah, aku harus tinggal di rumah nenek berkisar 11 hari lagi sebelum masuk sekolah.
Aku pun menemani nenek ke kebun dan sebelum pulang, kami selalu mandi di sungai kecil.
Airnya bening dan sejuk. Sementara nenek mencuci pakaian beberapa potong sore itu, aku masih sempat bermain mencari udang kecil di sungai dan menangguk ikan kecil di tepian. Usai mencuci pakaian nenek membuka semua pakaiannya di hadapanku, sampai bugil dan dia mulai mandi di ujung ladang. Mungkin nenek memikir aku masih kanak-kanak dan dia t ak malu mandi bertelanjang, padahal usiaku sudah 16 tahun, serta walau beberapa lembar bulu-bulu di pangkal kemaluanku mulai tumbuh.
“Sini kamu mandi juga, biar aku sabuni,” nenek memanggilku. Aku melihat teteknya menjuntai.
Tubuh nenekku walau sudah berusia 55 tahun, masih kelihatan padat.
Dia seorang dukun beranak di desa itu dan ahli dalam membuat jejamuan. Aku pun telanjang, lalu nenek memandikanku, seperti biasanya, setiap kali mandi bersama. Tubuhku disabuni dan aku pun mencelupkan tubuhku ke dalam air yang dalamnya hanya sedengkul orang dewasa. Lebar sungai tak lebih dari dua meter saja, dengan kerikil dan pasir yang bersih.
Seusai mandi, kami memakai handuk bersih, lalu pulang ke rumah. Nenek menjujung satyuran di kepalanya serta menenteng cucian sedang aku memikul kayu-layu ranting untuk kebutuhan memasak. Kami berjalan menuju rumah. Kami tiba sebelum mahgrib tiba. Cepat nenek menyiapkan makanan malam kami, sembari melaksanakan shalat mahgrib. Tidak seperti t ahun lalu, kami harus memasang lampu minyak, karean listruik belum masuk. Tapi kedatanganku kali ini, listrik sudah masuk, hingga tak perlu repot lagi memasang lampu mintyak tanah.
Segarnya udara desa membuat makanku lahap, terlebih telah letih nmembantu nenek di ladang serta berendam di air sungai sebelum pualng. Baru saja pukul delapan malam, mataku sudah mengantuk. Aku memakai kain sarung untuk tidur dan nenek sudha menyiapkan tempat tidur kami. Seperti biasa, kemanjaanku jika ke rumah nenek, aku selalu tidur dengannya, dan kakek selalu saja mengungsi untuk tidur. Malam ini walau ibuku sudah menyiapkan sebuah kamar lengkap dengan tempat tidurnya serta sebuah meja kecil untuk tempatku belajar, nenek tetap saja memintaku untuk tidur bersamanya. Akhirnya aku tidur dengan nenek di atas ranjang yang biasa aku tiduri setiap kali aku ke desa.
Tengah malam, aku kedinginan. Kecika aku kecil, biasanya aku dibawa nenek ke dalam kain sarungnya, kemudian kami ditindih dalam satu selimut tebal, agar aku hangat. Kali ini, justru aku yang memasuki kain sarung nenek. Kubuka kain sarung nenek dan aku masuk ke dalamnya. Saat nenek terbangun waktu aku memasuki kain saruingnya, dia hanya tersenyu saja.
“Dingin…” sapanya. Nenek malah melebarkan akin sarungnya agak aku bisa masuk ke dalamnya menjadi satuy kain sarung dengannya. Kemudian nenek menindih tubuh kami dengan selimut tebal. Aku merasa hanya. Saat aku mau memperbaiki sarungku, tangankiu tang kuturunkan ke bawah, menyentuh bulu-buu du selangkangan nenek. Ternyata sejak dulu nenek tak pernah memakai celana dalam kalau tidur. Tiba-tiba burungku mengeras. Nenek terus memelukku, agar aku hangat.
Otakku mulai berpikir keras, bagaimana agar kain sarungku sendiri bisa kulorotkan. Dengan demikian burungku akan berhadapan langsung dengan Anu-nya nenek.
Perlahan kulepas gulungan kain sarungku dan aku melorotkannya ke bawah dengan hati-hati dengan kedua kakiku. Sampai kemudian aku merasakan kulit perutku dan perut nenek mulai bersentuhan. Saat tangan nenek mau membetulkan kain sarungku aku langsung memeluk nenek kuat-kuat. Nenek mengira, aku benar-benar kedinginan. Makin lama, sarungku makin kebawah dan akhirnya terlepas dari tubuhku. KUmasukkan sebelah kakiku ke antara kedua kaki nenek. Pahaku sudah menrasakan gesekan halus bulu-bulu yang ada di pangkal paha nenek. Burungku sudah mengeras dan berdiri tegak, sudah berada di antara kedua paha nenek.
“Hmmmm….” nenek mendehem. Aku tak perduli, Nafsuku sudah benar-benar tak bisa aku kontrol. BYUkankah aku cucu kesayangan nenek. Aku yakin, nenek tidajk akan melaporkan aku kepada siapapun. Aku mengelus pantat nenek dan kembali nenek mendehem. Dengan sebuah gerakan yang cepat, aku menaiki tubuh nenek dan kedua kakiku sudah berada di antara kedua kakinya. Aku arahkan dengan sebelah tanganku ujung burungku ke Anu nenek. Aku merasakan ujung mulut burungku sudah menempel di tempat yang lembab dan hangat. Saat itu, nenek berusaha menolak diriku. Apakah burungku terlalu kcil atau Anu nenek yang sudah basah atau entah apa namanya, tau-tau burungku sudah berada di dalam lubang Anu nenek.
“Hmmm…” nenek kembali mendehem. Aku pun mulai secara reflek memompa tubuh nenek, seperti yang selalu kami saksikan dalam BF dengan teman-teman. Terus menerus tubuh nenek aku pompa. Selimut tebal yang menindih tubuh kami sudah terlepas dari tubuh kami ke lantai. Demikian juga kain sarung nenek, sudah melorot ke bawah. AKu berusaha melepaskan kain sarung itu bisa lepas dari tubuh kami. Akhirnya dengan tangan dan kakiku, kain sarung itu, lepas juga dari tubuh kami, hingga kami sudah setengah telanjang.
Kulihat mata nenekku masih tertutup. Aku memeluknya dan terus menggenjotnya dari dari atas. Sampai akhirnya kedua kaki nenek mengangkang lebar dan aku mendengarkan nafasnya memburu. Aku memeluknya dan terus memompanya. AKu semakin tak tahan dan mempercepat genjotanku pada lubang nenek. Aku merasakan, kedua tangan nenek memelukku dari bawah dan aku merasakan dengusan nafasnya di leherku.
“Ahhh….” aku melepaskan spermaku beberapa kali ke dalam lubang nenek. Kutekan tubuhnya dan aku memeluknya kuat. Sebaliknya aku merasakan nenek balas memelukku dari bawah pada tubuhku, Walau spermaku sudah habis kutumpahkan, nenek masih memelukku dan nafasnya mendengus-dengus dan kemudian perlahan pelukannya melemah.
Burungku mengecil dan meluncur keluar dari lubang nenek. Aku turun dari tubuh nenek dan terbaring di sisinya. TIba-tiba nenek menarik kembali selimut dan menutupi kedua tubuh kami, tanpa kain sarung.
“Ayo… bangun…” mandi dulu, biar sarapan,” kata nenek membangunkanku yang terlambat bagun. Saat aku terbangun, nenek sudah keluar dari kamar. Kubuka selimut dan aku terkejut, kenapa aku tidak memakai kain sarung. Aku baru teringat kembali apa yabng terjadi tadi malam. Aku tersenyum sendiri. Aku langsung ke belakang rumah dan menimba air dari sumur, memenuhi beberapa ember, baru aku mandi. Nenek sudah siap memasak sarapan dan sudah terhidng di atas meja makan. Kulihat nenek sudah siap sarapan dari piring bekas yang ada di atas meja.
Usai makan, aku tidak melihat lagi nenek di rumah. Pasti sudah ke ladang, pikirku. Aku menutup dan mengunci rumah, aku menyusulnya ke ladang. Aku mendekati nenek dan membantunya bekerja. Kami bercerita, kalau sebentar lagi buah manggis akan matang dan bisa di jual ke pasar. Mungkin minggu depan kami sudah bisa menjualnya. Nenek berjanji akan membelikan aku sepatu batu, Aku senang sekali. Siangnya, kami makan di gubuk ladang yang dari rumah hanya berkisar 300 meter saja. Sorena sebelum kembali ke rumah, kami mandi lagi di sungai seperti kemarin dan nenek tetap mandi telanjang, setelah itu dia memandikanku dan menyabuni tubuhku. Malamnya kami tdiru bersama lagi dan demikian untuk seterusnya.
Malam ke empat di rumah nenek, entah kenapa, tiba-tiba nafsuku bangkit lagi. Aku tidak memasuki sarung nenek, melainkan, aku menurunkan sarung nenek sampai lepas dari tubuhnya. Saat aku menurunkan sarung nenek, nenek hanya mendehem saja dan berusaha menahan kain sarungnya jangan sampai turun. Tanganku lebih kuat dan lebih cepat, hingga sarung nenek sudah lepas dari tubuhnya. Kubuang sarung itu ke lantai. Nenek pun membelakangi tubuhku, dia tidur miring. Aku melepas kain sarungku pula serta semua yang melekat di tubuhku. Setelah itu, aku memeluk nenek dan meraba-raba bulu-bulu yang ada di bawah pusatnya. Nenek hanya mendehem dan berusaha agar tanganku tidak merabanya. Tapi jari tanganku bahkan sudah memasuki lubang lembab dan hangat itu. Aku permainkan jariku di lubang nenek. Sebelah tanganku melepaskan pakaian nenek bagian atas. Nenek tetap meniolak dengan tangannya.
Kutelentangkan nenek dan kukangkangkan kedua kakinya dan aku berada di antara kedua kakinya, lalu aku mengarahkan burungku ke lubang lembab beraroma khas itu. Clup, burungku sudah memasukinya. Aku menindih tubuh nenek dengan matanya yang terpejam. Seperti kodok, aku mulai membuka pakaian atas nenek. Walau nenek berusaha melawan, tapi akhirnya, pakaian itu le4pas juga dan kami sama-sama bugil. Tetek nenek yang besar berwarna coklat dengan pentilnya berwarna hitam, langsung aku sedot-sedot. Aku mulai mengenjor nenek dari atas. Butungku yang besarnya biasa saja, tetap keras, ketika aku semakin cepat menggenjotnya.
“Ah… akh…” nenek mendesah dan menggerak-gerakkan pantatnya dari bawah. Kami berpelukan dan terus saling menggoyang sampai akhirnya aku berbisik ke telingan nenek.
“Nek… aku mau keluaaaaarrrr…”
Nenek diam saja dan terus menggoyang-goyangkan tubuhnya dari bawah dengan nafasnya yang memburu serta memelukku kuat. Kami berpelukan, makin lama makin kuat. Aku tak mampu menahan ledakan dari dalam tubuhku dan aku memuncratkan spermaku beberapa kali dan nenek tetap memelukku dengan kuat. Kemuduian kami tertidur pulas.
Pulang dari pasar, nenek benar-bvenar membelikan aku sepatu baru untuk sekolah, juga pakaian dan aku meminta jacket. Banyak kebutuhanku yang dibelikan nenek. Orang-orang desa mulai angkat suara membuat nenek bangga.
“Wah… borong semua untuk cucu ya. Enak punya cucu, uang habis gak terasa…” ocehan tetangga. Nenekku senyum dan bangga.
Beberapa malam kami tidak melakukannya. Setiap kami melakukannya, kami tak pernah menyinggung sedikit pun apa yang telah kami lakukan pada malam harinya. Kami hanya cerita yang lain, bahkan seakan tidak pernah terjadi apa-apa pada diri kami.
Karean letihnya begitu usai makan malam, aku langsung minta diri untuk tidur. Aku merasa diriku melayang-layang di udara entah dimana dan mau kemana. Aku merasa sangat nikmat. Saat aku sadar dan membuka mataku, burungku sudah berada dalam kuluman mulut nenekku. Sampai akhirnya burungku keras sekali. Aku mengelinjang. Aku merasa tubuhku, ternyata tubuhku sudah telanjang bulat, Saat kuintip dari sebelah mataku, nenek juga sudah telanjang bulat.
Nenek naik mengangkangi tubuhku. DItangkapnya burungku dan dicelupkannya ke dalam lubangnya. Kedau tangannya berada di sisi dadaku, Dengkulnya juga berada di sisi tubuhku. Aku merasa nenek menekan tubuhnya kuat-kuat dan burungku terbenam habis dalam lubangnya.
Tak lama kemudian nenek memutar-mutar pantatnya, membuat burungku terasa dipelintir-pelintir di dalam lubangnya. Aku pun menggelinjang. Tapi seperti kebiasaan kami, antara aku dan enenk saat bersetubuh, tidak pernah mengeluarkan kata-kata, kecuali ah… ssstttt dan hanya satu kata saja. Kami sudah saling mengerti.
Nenek menekankann teteknya ke dadaku. Daging kenyal itu membuatku sangat bergairan dan aku memeluknya dengan kuat. Nenek mengecup bibirku dan menjulurkan lidahnya ke mulutku. Leherku dijilatinya dan nenek menecup di bagian-bagian tubuhku. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Dan kami saling memeluk kuat dan mendesah, lalu aku melepaskan spermaku dalam lubang nenek. Nenekpun melemah dan emnindih tubuhku dengan dengusan nafas memburu.
Kami pun tertidur seperti biasa sampai pagi.
Tamat.

Nikmatnya Nyokap Pacar Gue

Ini ku ceritain pengalamanku sama nyokapnya whiena…
Waktu itu kira-kira jam 8 malem ku berniat mau kerumahnya whiena soalnya ku janjian mau nganter dia ke acara ultah temennya…
Trus pas sampe dirumahnya ternyata yang buka pintu Ibu Indah, nyokapnya whiena yang juga dosen wali ku… 
“malam Bu” sapaku. 
“en nak Rio, masuk..”
Aku pun langsung masuk kedalam rumah, kulihat Ibu Indah begitu seksi dengan menggunakan daster putih yang serba tipis sehingga terlihat tubuh Ibu Indah yang langsing..
”gila ni Ibu, udah nikah kok masih seksi banget ya” kataku dalam hati
“Whiena nya ada Bu?”
“oh Whiena tadi diajak sama Papanya kerumah neneknya yang lagi sakit, dia titip pesan ga bisa kerumah temennya yang ulang tahun, dia minta maaf sama kamu juga karena ga sempat nelpon soalnya tadi buru-buru sekali..”
“jam berapa perginya Bu”
“sekitar satu jam yang lalu…mungkin sekarang masih dalam perjalanan”Rumah neneknya whiena memang lumayan jauh sekitar 3 jam perjalanann dari kotaku.
“oh..kalo gitu saya permisi Bu”

“Jangan dulu ada yang mau Ibu tanya sama kamu tentang Whiena, tapi Ibu bikinin minum dulu ya”
Ibu Indah pun langsung masuk kedapur, sementara hatiku jadi bingung entah apa yang mau ditanyakan oleh Ibu Indah, jangan-jangan di tau soal hubungan ku yang intim bersama whiena, bakal diintrogasi nih pikirku…… GAWAT ……
Ibu Indah keluar dari dapur dengan membawa dua gelas minuman dingin.
”silakan diminum Rio”
Aku pun langsung minum, sementara hatiku agak tegang karena takut pada Bu Indah yang mungkin akan marah-marah…. dag dig dug detak jantungku terdengar keras …. seakan mau lepas jantung ku ini.
Ibu Indah duduk dikursi pas dihadapan ku dan dasternya agak tersingkap sehingga pahanya yang putih terlihat jelas, jatungku berdenyut makin kencang dan segera menunduk karena tidak enak sama Bu indah.
“Rio kamu serius pacaran sama Whiena?”
Aku agak terkejut karena pikiranku masih melayang entah kemana.
”serius Bu, saya siap bertanggung jawab jika terjadi apa-apa sama Whiena” jawabku sambil tetap menunduk.
“kamu kok diajak cerita malah nunduk sih Rio, kan ga enak.”
"Maaf Bu”
 kuangkat kepalaku, kini duduk Bu indah agak mengangkang sehingga samar-samar kulihat bagian dalamnya dan ternyata Bu indah tidak pake cd, nafas ku pun agak memburu menahan nafsu namun tidak berani berbuat apa-apa karena yang dihadapanku adalah nyokapnya whiena yang juga dosen wali dikampusku.
“kamu kenapa Rio” tanya Bu indah pura-pura tidak tahu.
”tidak Bu, anu….” aduh aku mulai bingung, sementara Bu indah tersenyum memandang ku.
Kemudian Bu indah berdiri dan duduk disampingku.
Kamu terangsang ya liat paha Ibu, aku pun hanya diam sementara tangan Bu indah mulai memegang pahaku,
Kemudian Bu indah berbisik, “kamu puasin Ibu ya ini malam, Ibu sudah lama ga pernah disentuh oleh bokapnya whiena, dia terlalu sibuk sama urusan kantornya”.
“tapi Bu..” srup bibirnya Bu indah langsung melumat bibirku dan tangannya meramas-remas ****** ku, pikiranku sangat kacau, aku masih bingung dan belum percaya kalo ternyata Bu indah memiliki nafsu yang tinggi.
Birahiku pun mulai bangkit, aku pun mulai meremas-remas toketnya Bu indah.
“Terus Rio, enak banget..”
dan tangan Bu indah mulai membuka celana jeans ku, aku pun membantunya dan kemudian kulepas kaosku sehigga kini tinggal cd yang melekat.
“Rio kita kekamar aja yuk.” Dan kemudian mencium bibirku.
Bu indah langsung masuk kekamar dan membuka dasternya, tubuh Bu Indah kini polos.
“Wow Ibu cantik banget, putih, seksi, ga kalah sama whiena”
"ah kamu bisa aja Rio” jawab Bu indah sambil tersenyum.
Tubuh Bu Indah memang sangat mulus, kulitnya putih, toketnya yang besar, serta bulu jembutnya dicukur rapi.”Sini dong Rio, kok malah bengong”
Ibu Indah duduk di tepi ranjang dan kemudian aku mendekat dan menunduk mencium bibirnya. Tangan Bu indah melepaskan cd ku dan keluarlah kontolku.
“gila Rio, punya kamu besar banget, lebih besar dari punya suamiku.”
dia pun mengelus-elus ****** ku,  kodorong kepalanya agar segara menghisap kontolku.
”Hisap ****** Rio Bu”
"sabar ya Rio, jangan kuatir yang pasti malam ini kita harus sama-sama puas”
Bu indah kemudian berdiri dan menciumku kemudian turun kedadaku, putingku di hisap dan dijilati.
Ouh..Bu enak banget Bu, terus Bu.
Kemudian Bu indah berjongkok dihadapan ku dan menjilat kontolku seperti menjilat es krim.
Kemudian memasuk kan kontolku kemulutnya. Dia pun memompa dengan lihai. Nikmat sekali rasanya, lebih nikmat dari hisapannya whiena..
Terus Bu, aku pun mulai memompa kontolku didalam mulut Bu indah sehingga mulut Bu indah terlihat penuh dan kadang Bu indah seperti mau muntah karena kontolku masuk sampai tenggorokannya..aku mencabutnya dan nampaknya Bu indah sedikit kecewa.
“Terus Rio, masukin kontolmu sedalam-dalamnya kemulutku, kontolmu enak Rio. Perkosa mulut Ibu Rio”
Aku pun kembali memasukkan kontolku kedalam mulut Bu indah dan tangan ku memegang kepalanya sehingga gerakannya berirama. Sementara itu tangan Bu indah memegang erat paha ku karena dorongan kontolku semakin keras menghujam mulut Bu indah.
“mulut Ibu enak banget isep terus Bu. isep yang kuat”
Sektiar 20 menit ku perkosa mulut Bu Indah sampai Bu indah hampir muntah. Aku pun mencabut kontolku.
“kuat juga kamu Rio ya udah hampir setengah jam di karoeke belum keluar, kalo bokapnya indah pasti udah keluar trus langsung tidur, dasar egois banget”
Ternyata Bu Indah selama ini jarang mendapat kepuasan dari suaminya.
Sekarang giliran Ibu yang kamu puasin Rio sekarang kamu tidur.
Aku agak bingung apa maunya Bu indah namun aku menurut saja., dan aku barbaring diatas ranjang kemudian Bu indah jongkok diatas diatas dadaku.
” Rio Ibu juga mau perkosa mulut kamu ya” Dia pun mendekatkan vaginanya kemulutku dan mulai memompanya. Aku pun menjulurkan lidah ku, asin, ternyata cairanya Bu indah banyak banget keluarKini tangannya berpegang ke tepi ranjang sehingga agak nungging dan terus memperkosa mulutku bahkan hidung ku, aroma harum dari vaginanya membuat gairah ku samakin meningkat.”Lidah kamu enak banget Rio hidung kamu juga..terus Rio, nikmat” Bu indah terus memompa vaginanya kearah mulutku sehingga terkadang aku kesulitan bernafas.Akhirnya Bu indah berhenti karena terlihat cape sekali.Aku pun membaringkan Bu indah dan mengangkangkan kakinya, ku jilati klitorisnya dan sesekali kugigit pelan-pelan.Ouch…nikmat banget Rio terus Rio, hisap terus vaginaku Rio, terus Rio, vagina itu milik kamu sekarang.
Aku pun menjilatnya nya dan kemudian ku masukkan jari ku kadalam vaginanya dan Bu indah pun menggelinjang keenakanOuch..jari kamu enak banget Rio apalagi ****** kamu.terus Rio.Tak lama kemudian Bu indah menjepit kepalaku dan menjambak rambutku dan aku pun mempercepat permainan fucking finger ku divaginanya..”Shh,uhf…Ibu mau keluar Rio hisap yang kuat Rio vagina Ibu.,ohh……”Akupun menghisap kuat kuat lubang kenikmatan itu dan “cret..Cret..”Cairan nikmat Bu indah menyemprot mulutku dan aku pun menjilatnya sampai bersih.
Gila kamu Rio mulut kamu pintar banget memberikan kenikmatan di vagina Ibu.Aku pun kembali berjongkok di atas kepala Bu indah dan kembali ku entot mulutnya Bu indah..
Bu indah pun menghisap dengan kuat kontolku..aku membalikkan badanku sehingga posisi kami sekarang 69, aku menahan badanku dengan lutut dan terus memompa mulut Bu indah sementara memek Bu indah kembali basah dan aku terus mengelus elusnya.
Serasa nikmat sekali mulut Bu indah, aku pun memompanya semakin beringas dan kemudian Bu indah nampak tersedak kemudian dia melepaskan ****** ku.”besar banget ****** mu Rio kaya mau robek mulut ku..” Aku pun memperbaiki posisiku dan dan kini kami sama sama berbaring..Kulumat bibir bi indah yang nampak merah akibat ku entot tadi dan tanganku memainkan klitorisnya..
“Shh..uhf.. nikmat banget Rio..entot Ibu sekarang Rio..masukin kontolmu ke memek Ibu..cepet Rio Ibu udah ga tahan nih..gatel banget rasanya.”Bi Indah pun kusuruh mengangkang dan mengangkat kakinya kedepan hingga terlipat menyentuh toketnya..
Kini bibir vagina Bu Indah muncul keluar dan menganga seakan berteriak minta dientot. Aku pun mengarahkan kontolku ke vagina Bu indah dan mulai menggesek-gesekannya..
Rio masukin dong..cepet Rio..Ibu udah pengen banget…ayo donk sayang..Ibu Indah pun merengek seperti anak kecil.. Aku pun menancapkan kontolku dengan cepat masuk kedalam vagina Bu indah yang sudah licin mengkilau.
“Ouhhhh…sakit banget Rio..****** kamu gede banget.pelan-pelan dong” “Tapi enak Rio trus Rio pompa terus memek Ibu Rio, entot terus memek Ibu…”Ternyata memek Bu Indah masih sempit dan enak banget kontolku serasa dipilin-pilin. Aku pun memompa terus vagina Bu indah…semakin lama semakin cepat..
“Ouh..terus Rio aku ga tahan nih..Ibu mau keluar..”"Terus Rio.entot terus memek Ibu Rio..memek itu punya kamu sekarang Rio..ouh…” Bu indah mulai meracau tidak karuanDan kemudian tubuh Bu Indah mengejang dan kontolku terasa dijepit kuat sekali..”Ouh..Ibu keluar lagi Rio..****** kamuuuuu eeeenaaaaak baaaangeeeeeetsssss,”Aku pun membalikkan badan Bu indah dan ternyata Bu indah langsung mengerti apa mauku dan dia pun langsung menungging dan kini kami dogy style..aku pun memasukkan kontolku kedalam memek Bu indah.. “Ouhh..nikmat banget Rio..”Aku terus memompa memek Bu indah sambil meremas-remas toket Bu Indah yang bergelantungan..
Ouh..ahh..terus Rio, Ibu mau keluar lagi nih. Aku pun mengocok memek Bu Indah dengan cepat sehingga Bu Indah keluar untuk yang ketiga kalinya..
Kamu kuat banget Rio, Ibu bener-bener puas di entot sama kamu..
Sekarang kamu entotin mulut Ibu aja yang soalnya Ibu paling seneng kalo mulut Ibu di entot. Gila ni Ibu ternyata dia seneng banget oral..
Aku pun menarik Bu Indah kelantai dan kusuruh jongkok, dan kemudian kumasukkan kontolku kedalam mulut Bu indah pelan pelan sampai amblas semua, ujung kontolku terasa menyentuh tenggorokannya, aku pun menahan kepala Bu indah karena nikmat sekali terasa, ada kenikmatan tersendiri yang muncul ketika kontolku masuk semua kemulutnya Bu Indah. Kemudian Bu Indah memukul pahaku karena kayanya dia mulai sulit bernafas namun aku tetap menahan kepalanya sehingga akhirnya dia dengan paksa menarik kepalanya dan langsung lari kekamar mandi di samping kami dan langsung muntah. Aku pun mengikuti kekamar mandi.
“Gila kamu Rio kontolmu gede banget”. “Sory ya Ibu muntah abis ga tahan kamu jejelin ****** sebesar itu” Ibu Indah pun menyiram muntahnya..
Kini Bu Indah jongkok kembali di kamar mandi dan mengulum kontolku. Aku pun memompanya secara berirama dan tangan Bu indah terus memainkan biji pelirku, air ludah Bu indah menetes keluar melalui sela-sela bibirnya dan aku tidak peduli, aku terus memompa mulut Bu indah yang seksi sampai kontolku masuk semua dan nampaknya Bu Indah sudan mulai terbiasa dengan kontolku sehingga rasanya semakin nikmat, kontolku serasa mau ditelan oleh Bu indah.Aku pun menyalakan shower dan menyiram Bu indah yang terus asyik mengulum kontolku, kini tuBuh Bu indah basah dan terlihat semakin seksi.
Aku pun menaruh kembali shower itu, dan melanjutkan memompa mulut Bu indah.”Hisap Bu aku udah mau keluar nih..”
Aku pun memompa mulut Bu indah semakin cepat dan Bu indah sangat menikmatinya… Aku keluar Bu..ouh…. ooouuuuugghhhhhhttttt……….Aku pun memasukkan semua kontolku kedalam mulut Bu indah dan menyemprotkan sperma di tenggorokkannya, kemudian Bu indah menarik kepalanya dan membersihkan sperma dari kontolku,,”sperma kamu enak banget Rio, kental..”"dia terus mengulum kontolku yang masih berdiri tegak..”"****** kamu masih berdiri Rio..kamu kuat banget,,”Kita mandi dulu yu..ntar lanjutin lagi ya.. Kami pun mandi sama-sama..
Selesai mandi Bu Indah ngajak makan, kami ke ruang makan sambil tetap telanjang..aku pun duduk sambil makan sementara Bu indah tidak makan dia hanya duduk disampingku sambil mengelus-elus ****** ku.
“kok ga makan Bu?” tanyaku..”nggak ah,,udah kenyang tadi minum sperma kamu..”
Aku pun makan sedikit karena birahi ku bangkit kembali.”Ibu kok seneng banget oral seks sih”"soalnya kalo oral seks Ibu bisa rasain kontolmu yang enak banget”
Kami pun melanjutkan birahi kami di ruang makan dan kemudian pindah keruang tamu dan akhirnya kami kembali kekamar dan bercinta kembali sampai subuh………….
Hubunganku sama Bu Indah sangat hot, bahkan lebih hot daripada sama whiena bahkan kami pernah ngentot di kamar mandi kampus…… tapi ku tetep sayang sama whiena.
Sekarang Bu Indah sudah pindah ke kota “Y”. Karena suaminya pindah tugas. Dan semenjak itu ku juga kehilangan kabarnya whiena…
Tamat